Rabu, 23 Agustus 2017

Kecerdasan Hakiki

Kecerdasan Hakiki 


Syeikh Ahmad Ar-Rifa'y

Rasulullah SAW bersabda:
"Orang yang cerdas adalah orang yang meneliti dirinya sendiri dan melakukan amaliyah demi zaman sesudah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan sembari berkhayal atas (anugerah) Allah."

Amaliyah dibalik rahasia hadits di atas adalah amal Ma'rifat. Perlu diketahui Ma'rifat itu dari hamba, sedangkan pelimpahan ma'rifat itu dari Allah Ta'ala, yang merupakan hidayah paling mulia dan paling agung, yang ditunjukkan kepada para hambaNya.

Sesungguhnya Allah Ta'ala manakala ingin memilih hambaNya dan memberikan keistemewaan lebih dibanding yang lainnya, dan hendak menampakkan dalam Sirr hamba, matahari ma'rifat, maka Allah, Allah memandangnya dengan Mata Anugerah dan Kasih Sayang, dan ia dibukakan pintu-pintu hidayah, kemudian dimuliakan dengan kesadaran, dibangunkan dari tidur kealpaan, diberi nikmat dengan anugerah keleluasaan hati, bahkan dihapuskan dari kematian qalbu melalui kefahaman, dihilangkan dari keraguan, dimuliakan dengan rasa malu, rasa takut, rasa yaqin, dan keraguan dimusnahkan, disamping mendapatkan rasa tenteram.

Manakala terakumulasi seluruh perilaku tersebut pada diri hamba, maka ruang qalbunya dipenuhi cahaya yang memancar, maka ia akan melihat apa yang ada dibalik alam Jabarut, dan jilatan-jilatan api termatikan. Seandainya saja  kema'rifatan itu terukir pada suatu benda, maka siapa pun yang memandangnya akan mati, karena keindahan dan kebagusannya. Setiap seseorang punya modal harta, sedangkan modal orang beriman adalah ma'rifat.

Ada seseorang bertanya kepada Dzun Nuun al-Mishry ra, :
"Sungguh aku mencintaimu."
"Bila engkau mengenal Allah, maka cukup Allah saja. Bila belum mengenalNya, carilah orang yang mengenalNya hingga orang itu menunjukkan padamu pada Allah," jawab Dzun Nuun

Ma'rifat adalah Pohon Terbagus
Menurut saya ma'rifat itu seperti pohon yang digarap oleh seorang pemilik di kebunnya. Buah-buahnya sangat mahal, dan rimbun cabang tangkainya. Manis sekali buahnya. Subur pula dedaunannya. Tinggi pohonnya, bersih indah tanahnya. Manis airnya, wangi aromanya. Pemiliknya sangat sayang karena kemuliaan kebun itu, disertai rasa gembira karena kesuburannya. Ia selalu jaga dari penyakit-penyakit yang menyerangnya dan menjaga pula dari bencana yang menimpa.

Begitu juga Pohon Ma'rifat yang digarap oleh Allah Ta'ala dalam taman hati hambaNya yang beriman, tentu sangat terjaga oleh kemuliaanNya. Setiap saat akan dikirim awan hujan anugerah dari sumber rahmatNya. Lalu mencurahlah hujan kemuliaan, melalui petir KuasaNya, dan kilatan KehendakNya, agar bersih suci dari debu-debu memandang hasil 'ubudiyahnya. Lalu allah mengirimkan ramutan kelembutan kasih saying dari hijab Pertolongan, agar sempurna kemuliaan kewaliannya, melalui penjagaan dan kewaspadaan.

Seorang yang 'arif (ma'rifat) senantiasa berkeliling dengan rahasia batinnya di bawah pohon ma'rifat itu, mencium aromanya, dan diputus dari penghalang adab, hal-hal yang bisa merusak buah-buah ma'rifat, dari kotoran dan sampah penyakit.

Tiba-tiba begitu panjang Sirr sang air di bawah pohon itu, begitu berlangsung lama perjalanan di sana, lalu terhentak untuk menikmati buahnya. Lalu ia julurkan tangan kesucian, ia peras buah itu dengan perasan kehormatan, kemudian ia makan dengan bibir kerinduan, hingga ia lebur dalam gairah ketenggelaman. Lalu tangan keleluasaan memukul samudera kasih saying, dari samudera itu ia meminum seteguk yang bisa memabukkan dari segala hal selain Allah, kemabukan yang tak menyadarkan dirinya melainkan dengan Pertolongan jua. Lalu ia terbang dengan sayap-sayap citarasa, menuju suatu wilayah yang tak pernah terbayangkan oleh siapa pun jua.
Al-Wasithy ditanya, "Makanan apa yang paling enak?"
Ia jawab, "Sesuap dari dzikrullah Ta'ala, yang disuapkan oleh jemari yaqin, dari hidangan keabadian, ketika dihadapan sikap  baik  sangka (husnudzon) kepada Allah Ta'ala.

An-Nasaj ra, berkata, "Banyak penghuni dunia meninggalkan dunia, tetapi sayang mereka belum merasakan kebagusan yang dituju."
"Apa itu?"
"Kebahagiaan ma'rifat, kemanisan anugerah, kelezatan qurbah, dan kemesraan Cinta," katanya.
Muhammad bin Wasi' ra, berkata pula, "Sungguh benar, orang yang dimuliakan Allah melalui ma'rifat kepadaNya, dimana ia tidak menghinakan dirinya kepada selain Allah. Dan benar pula, orang yang dilimpahi kewalian Allah, hendaknya tetap memegang teguh keharusan haknya. Benar pula bagi orang yang dimuliakan Allah dengan kesertaanNya padanya, hingga ia tidak lagi menoleh kepada selain Allah, tidak beramal dengan dorongan nafsunya."

Abu Yazid al-Bisthamy juga berkata, "Sebenarnya dalam suatu malam itu ada minuman bagi jiwa para arifin, dimana hati mereka terbang dengan penuh cinta kepada Allah, digelorakan rindu kepadaNya, hanya saja pandangan mereka tidak kepada yang lain, hanya kepada Allah.  Mereka disirnakan dari pandangan dunia dan akhirat.
Menurut saya, minuman itu adalah kebimbangan cinta, dan itu terbagi dua, bimbang penuh dengan  ketakutan, bimbang dengan kedahsyatan cinta. Kebimbangan ketakutan bagi mereka yang terlempar, dan kebimbangan kedahsyatan cinta bagi orang yang arif dan para perindu. O, bukti orang-orang yang bimbang hati kerinduan, tambahi diriku, tambahkan rasanya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Benarkah Anda Mencintai Rasul?

Benarkah Anda Mencintai Rasul?   Mengikuti Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany 9 Jumadil Akhir 545 H, di Madrasahnya. Hadits Nabi s...