Rabu, 23 Agustus 2017

Ridho dan Sifat Pelakunya


Ridho dan Sifat Pelakunya
 
Syeikh Abu Nashr as-Sarraj
Syekh Abu Nashr as Sarraj - rahimahullah - berkata: Ridha adalah kedudukan spiritual mulia. Sementara itu Allah telah menyebutkan dalam firman Nya: "Allah ridha (rela) kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya." (Q.s. al Ma'idah: 119).

Dia juga. berfirman: "Dan keridhaan Allah itu lebih besar " (Q.s. at Taubah: 72).
Dalam ayat ini disebutkan, bahwa ridha Allah kepada mereka (hamba) jauh lebih besar dan lebih dahulu daripada ridha mereka kepada Nya.
Sementara itu ridha adalah pintu Allah yang paling agung dan merupakan surga. dunia. Dimana ridha adalah menjadikan hati seorang hamba merasa tenang di bawah kebijakan hukum Allah Azzawajalla.
Al-Junaid - rahimahullah-  pernah ditanya tentang ridha, kemudian la menjawab, "Ridha adalah tidak memilih (ikhtiyar)." Sementara al-Qannad - rahimahullah -Juga pernah ditanya tentang ridha, lalu ia menjawab, "Ridha adalah tenangnya hati atas berlakunya takdir."

Dzun-Nun pun pernah ditanya tentang ridha, lalu ia menjawab, "Ridha adalah senangnya hati atas takdir yang berlaku padanya.
Ibnu Atha' - rahimahullah     - mengatakan, "Ridha adalah melihatnya hati nurani pada pilihan Allah yang lebih dahulu telah ditetapkan untuk hamba-Nya. Agar ia tahu bahwa Dia memilihkannya yang terbaik untuknya, sehingga la ridha (senang) dan tidak jengkel dengan-Nya."
Abu Bakar al Wasithi - rahimahullah - berkata, "Pergunakan ridha sekuat tenagamu, dan jangan Anda biarkan ridha memperalat Anda, sehingga Anda akan terhalang untuk merasakan kenikmatannya dan melihat hakikatnya."

Hanya saja, orang orang yang ridha dibedakan menjadi tiga kondisi:
Pertama, orang yang berusaha mengikis rasa gelisah dari dalam hatinya, sehingga hatinya tetap stabil dan seimbang terhadap Allah swt. atas kebijakan kebijakan hukum yang diberikan-Nya. Baik berupa hal hal yang tidak diinginkan dan kesulitan maupun hal-hal yang menyenangkan, baik berupa pemberian atau tidak diberi apa pun."
Kedua, orang yang tidak lagi melihat ridhanya kepada Allah, karena ia hanya melihat ridha Allah kepadanya. Karena Allah swt. telah berfirman, "Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya" (Q.s. al Ma'idah: 119).

Sehingga ia tidak menetapkan, bahwa dirinya lebih dahulu ridha kepada-Nya, sekalipun kondisi spiritualnya tetap stabil dalam menyikapi kesulitan dan bencana maupun hal hal yang menyenangkan, baik diberi atau tidak.

Ketiga, adalah orang yang melewati batas itu. la sudah tidak lagi melihat ridha Allah kepadanya atau ridhanya kepada Allah. Sebab Allah telah menetapkan lebih dahulu ridha-Nya kepada makhluk. Sebagaimana yang dikemukakan Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah, "Amal (perbuatan) makhluk bukanlah yang membuat Dia ridha atau benci. Namun Dia memang ridha kepada sekelompok kaum, kemudian mereka dijadikan bisa berbuat dengan amal (perbuatan) orang orang yang diridhai. Sebagaimana pula Dia memang sudah murka terhadap sekelompok kaum, kemudian mereka dijadikan bisa berbuat dengan perbuatan orang orang yang Dia murkai. "
Ridha merupakan akhir dari beberapa tingkatan dan kedudukan spiritual (maqamat). Kemudian setelah itu mengharuskan pada beberapa kondisi spiritual (ahwal) orang-orang yang mampu mengendalikan hati nuraninya (arbabul qulub), melihat hal hal yang gaib dan pelatihan hati nurani karena jernihnya dzikir dan hakikat berbagai kondisi spiritual.

Maka kondisi spiritual pertama bagi orang orang yang mampu mengendalikan hati nuraninya adalah muraqabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Benarkah Anda Mencintai Rasul?

Benarkah Anda Mencintai Rasul?   Mengikuti Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany 9 Jumadil Akhir 545 H, di Madrasahnya. Hadits Nabi s...